Foto : google
Namaku Momo, seekor komodo yang memiliki panjang hampir 1,5 meter. Aku tinggal di Pulau Rinca, sebuah pulau kecil yang terletak di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan salah satu tempat populasi komodo hidup. Pulau Rinca dapat ditempuh dengan perahu kecil dari Labuhan Bajo di Flores Barat.
Aku sangat bangga ketika Ibu bercerita bahwa pulau yang kami pijak ini masuk daftar warisan dunia UNESCO pada 1991 bersama Pulau Komodo, Pulau Flores, dan lainnya sebagai Taman Nasional Komodo. Kemudian pada 2011, tempat ini juga dinobatkan sebagai salah satu keajaiban dunia.
"Seharusnya Pemerintah Indonesia harus bangga sama kita karena telah mengharumkan bangsa. Mereka harus menjaga dan melestarikan habitat kita agar selalu bisa dinikmati seluruh generasi yang hidup hingga akhir zaman nanti," ujar Ibu bercerita menjelang tidurku.
"Aku bangga menjadi komodo, Bu."
Bicara soal jumlah populasi kami di sini, mungkin terdapat 4.000 sampai 5.000 populasi yang tersebar di seluruh habibat komodo. Jumlah tersebut tentunya semakin berkurang karena beberapa tempat tinggal kami mulai dibabat habis oleh sekumpulan manusia tak berperasaan.
Dulu tempat ini sangat indah, banyak sekali populasi komodo yang hidup aman dan damai. Kini tersisa hanya kami yang masih mampu bertahan hidup. Terkadang Ayah yang menjabat sebagai pemimpin di Pulau Rinca selalu sedih ketika kembali membandingkan masa kecilnya yang hidup jauh dari kemirisan dengan keadaan sekarang.
"Ayah mengapa sedih?" tanyaku ketika melihatnya meneteskan air mata.
"Tempat ini lama-lama akan menjadi neraka buat kita. Lihatlah di sana, Ayah dengar pemerintah akan menyulap pulau ini menjadi destinasi wisata premium yang katanya dinamakan 'Jurassic Park'." Ayah semakin sedih.
"Lalu bukankah itu bagus untuk keberlangsungan hidup kita?"
"Bagus apanya? Habibat kita akan terancam dengan adanya proyek itu, Mo. Kalau habibat ini rusak, kita mau tinggal di mana lagi?"
"..."
"Dengar baik-baik. Proyek itu memang ada bagusnya, tapi apakah mereka tidak memikirkan nasib para komodo yang sudah lama tinggal di pulau ini. Mereka hanya mementingkan kelompoknya saja, tapi tidak mau memikirkan kita, Nak."
Aku tersentuh dengan kalimat Ayah. Jiwaku bergejolak, kuku panjangku mulai mencengkram tanah tandus seakan ingin menikam para penguasa itu.
"Ayah jangan sedih. Kita doakan saja, hati dan pikiran para penguasa di sana terbuka agar habibat kita tidak rusak dengan proyek ini," kataku menenangkan Ayah.
Kalimat yang diucapkan Ayah tadi membuatku ikut terbawa emosi. Aku berjalan menelusuri tanah tandus yang mungkin sebentar lagi akan berubah menjadi proyek "menguntungkan" bagi penguasa itu.
Cakaranku membekas pada setiap jejak langkah yang kutempuh. Dari kejauhan sebuah truk berwarna hijau hendak melintas ke arahku. Terlihat bahwa truk tersebut membawa material untuk proyek yang dibilang Ayah tadi. Seketika aku bertindak, kuhadang truk itu untuk sekadar menyampaikan keluh kesahku sebagai komodo di pulau ini.
"Stop!!!"
Truk itu berhenti tepat di depanku. Orang yang ada di dalam terlihat ketakutan ketika aku menghadang mereka.
"Jangan rusak habibat kami!" teriakku.
Aku lupa kalau mereka tidak mengerti bahasaku. Namun, aku tetap berusaha untuk menyampaikan curahan hatiku. Aku ingin menjaga tempat ini dan berjanji untuk selalu melestarikan habibat para komodo di sini.
Orang yang ada di dalam truk itu keluar. Kukira mereka mengerti apa yang kuucap, tetapi tidak. Mereka malah berusaha untuk melindungi dirinya ke atas truk. Mungkin mereka mengira bahwa sedang dalam bahaya.
"Aku tidak akan melukaimu jika kalian tidak merusak habibatku. Sekali lagi, jangan rusak habibat kami."
Mereka semakin tidak mengerti, mungkin yang ada di dalam pikirannya adalah betapa membahayakannya diriku untuk mereka. Bahkan, salah satu darinya mencoba untuk menelepon ranger agar membantu mereka untuk mengusirku.
"Hei, tenanglah. Aku hanya ingin mengeluarkan keluh kesahku pada kalian. Jangan rusak habibat kami." Air mata tampaknya mulai membasahi wajahku.
"Tempat ini sudah dinobatkan sebagai salah satu keajaiban dunia dan menjadi warisan dunia UNESCO. Komodo telah membanggakan bangsa ini, bangsa yang dibentuk untuk saling menghargai sesama manusia, bahkan hewan dan tumbuhan yang ada di negeri ini," kataku menahan tangis.
"Jika memang proyek ini juga menguntungkan bagi kami, tolong jaga dan lestarikan semua komodo yang ada di sini. Populasi kami semakin menurun dengan menipisnya habibat yang sungguh indah ini."
Tak lama seorang ranger datang dan mencoba mendekat ke arahku. Ia berusaha untuk membuatku pergi menjauh, lalu aku pun berputar dan perlahan meninggalkan mereka karena tidak ingin ada kegaduhan yang tidak diinginkan.
Sedih bangett kalau harus dirusak habitatnya. Semoga dipertimbangkan lagi kerugian dan dampak negatif yg akan timbul akibat pembangunan jurassic park ini
BalasHapussedihhhh ihh:(
BalasHapussayang banget kalau habitat komodo harus dirusak
BalasHapussedih banget ih :(
BalasHapussedih banget kalo komodo harus kehilangan habitat aslinya
BalasHapusAaaa sedih pas baca
BalasHapuskeren bisa dibikin cerita pendek gini
BalasHapusKalo habitat komodo rusak nanti akan punah, sedih sih padahal itu kan salah satu hewan yang masuk keajaiban dunia
BalasHapusYang ngerusak gapunya perasaan banget :(
BalasHapusKeren deh tulisannya, bikin sedihhh
BalasHapuskeren sekali autor, terima kasih sudah membuat tulisan seperti ini
BalasHapusparahsi gue juga kagak terima nih
BalasHapusSedih banget asli, pulau satu-satunya yg masih ada hewan purba saat ini.
BalasHapusparahhhh
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusStay strong komodo :')
BalasHapus